Sepulang dari kampus kemarin gue dan satu orang teman gue
mampir dulu ke AC (Aula Center) di kampus.
Rencananya sih Cuma mau liat – liat orang latihan bulutangkis doank.
Lagian dua orang teman cewek kita ada juga yang ikut latihan di sana. Jadi,
siapa tahu mereka butuh BENCONG suporter untuk teriak – teriak di
pingir lapangan, sambil megang botol air mineral.
Di dalam ruangan itu terdapat dua lapangan dengan bangku
yang berjejer tidak teratur di pinggir lapangan. Sementara itu, di lantai atas Cuma ada bangku yang terbuat
dari semen dan semerbak bau pesing yang menusuk – nusuk hidung, meminta untuk
dicium. Jadi, dari pada bau pesing di situ nambah, akhirnya kami duduk di kursi
lantai satu, di pinggir lapangan.
Lagian ngapain juga
kita duduk di atas sana, soalnya di situ sepi, niat mau nonton, entar malah dituduh berbuat mesum. Mendingan
dituduh berbuat mesum sama cewek, ini sama cowok. Mana teman gue berkumis pula.
Kalaupun dia nggak berkumis gue juga ogah. Gue malas sama yang batangan.
Untuk minggu – minggu ini mereka memang lagi giat – giatnya
untuk latihan. Katanya sih lagi tahap seleksi untuk dikirim ke Banten. Mereka
yang latihan ini juga akan diadu lagi sama – sama mereka. Siapa yang tepilih
nanti akan mewakili kampus untuk ke sana. Gue juga nggak tahu sih,kenapa harus
ke Banten. Mau latihan ilmu kebal sambil main bulutangkis..mungkin.
Di lapangan pertama, ada anak - anak cowok yang lagi main ganda.
Gue yang saat itu duduk di pinggir lapangan sebelah memutuskan untuk pindah
tempat duduk. Ada sesuatu yang membuat gue tertarik. Gue duduk tepat di depan
lapangan pertama. Memperhatikan dengan anggun anak – anak cowok tersebut main.
Bola ke kiri mata gue melirik ke kiri, bola ke kanan mata ikut melirik ke
kanan.
Tidak Cuma mainnya yang keren, anak – anak cowok ini juga
jago membuat orang yang menonton di ruangan tersebut menggelinjang. Contohnya,
anak – anak cewek yang latihan di lapangan yang satunya lebih sering melirik ke
arah mereka main. Gue juga nggak tahu, mereka terpesona dengan permainan mereka
yang ganas atau terpesona sama salah satu pemain…. yang kayanya nggak pernah nyukur bulu
ketiaknya. Kalau gue sih tetap.. fokus sama paha mereka yang aduhai itu. hehe
Smash, tangkis, smash lagi, tangkis lagi. Begitu terus. Permainan
– permainan apik yang mereka pertontonkan.
Berulang kali
kejadian – kejadian menegangkan itu melintas di depan mata gue. keringat para
pemain berjatuhan di lapangan. Gue yang menyaksikan pertandingan dahsyat itu
ikut – ikutan berkeringat. Gue jadi tegang. Gue mengepalkan tangan, mengigit
bibir sendiri. Tarik nafas. Bola ke kiri mata gue kekiri, bola ke kanan mata gue
fokus ke PAHA kanan. Tarik nafas
lagi.. keluarkan lagi. Dan . . . Preeet..preett..preeetttt. Gue sukses kentut
di pinggir lapangan. Yeah !
Setelah sukses kentut di tengah – tengah ketegangan itu,
akhirnya rasa bosan itu datang juga. Gue mulai mencari – cari kesibukan
sendiri, mulai dari pindah tempat duduk, muter – muterin lapangan nggak jelas,
sampai munggutin bola yang berserakan di pinggir lapangan. Tapi, tampaknya dewi
fortuna sedang berpihak ke gue. Disela – sela kebosanan gue itu ternyata anak –
anak cewek pada kecapean. Jadi lapangan sebelah kosong, nggak ada yang main.
dengan penuh birahi, gue pinjam raket salah satu dari mereka. Teman gue yang
namanya Toha juga minjam.
“Mau pake bola baru, nggak?” Tanya pelatih mereka
“Boleh” Jawab kami semangat. Ternyata pelatihnya baik.
Sang pelatih pun ngasih kita bola baru. Kita semakin senang..
Di lapangan, duel maut pun
dimulai. Disaksikan beberapa penonton
cewek yang tidak seberapa itu. Teriakkan – teriakkan histeris mulai mengema
merambat ke telinga.
Sambil megang raket gue pasang muka segahar – gaharnya.
Berharap musuh gue langsung nyerah. Ternyata dia pun memasang muka yang tidak
kalah gaharnya. Dan kita pun memulai pertarungan, dengan taruhan harga diri.
Gue mulai menyerpis dengan operan lambung. Teman gue nggak mau kalah. Dia mulai
melakukan permainan net yang cantik. Sesekali gue hampir terkecoh oleh
kelicikkannya. Beruntung bakat atlit yang ada di dalam diri gue belum punah.
Smash… tangkis..
smash lagi… tangkis lagi..
Begitulah seterusnya. Bola bergulir dari arah gue ke arah
Toha. Pertarungan sengit itu benar – benar nyata. Dengan hitungan detik… gue
mulai kualahan. Gue lemas… dan sukses kalah dibabak pertama.
Setelah babak ke dua dimulai lagi, gue semakin lemas. Gue nyerah dengan skor gue
7 dan Toha 14. Keringat sudah bercucuran. Baju basah, celana dalam juga basah.
Setelah selesai main kita mau keluar gedung, mencari angin.
Sebenarnya ruangan itu pakai AC sih tapi nggak berfungsi. Akhirnya kita putusin
untuk keluar cari angin dan buang angin.
“Eh, kalian. Ke sini dulu” Pelatih bulutangkis itu memanggil
kami.
Gue sama Toha bingung. kita saling lirik sebentar. Sebelum
Toha benaran naksir sama gue akhirnya gue buru – buru memalingkan wajah gue
dari Toha.
Yang ada di kepala gue saat itu hanyalah…
Jangan – jangan kita mau diajak latihan bareng gara – gara
melihat permainan gue dan Toha yang cantik.
Jangan – jangan Pak pelatih ini mau memuji ke lincahan kami
bermain..
Jangan – jangan dia mulai tertarik untuk melatih kami..
Jangan – jangan Pak Pelatih ini Falling in Love sama Toha..
Jangan – jangan…..
Ah, sudahlah. Gue meyakinkan diri gue kalau Toha nggak
bakalan Falling In Love juga sama Si
Pelatih ini.
“Kalian sering main bulutangkis juga?”
“Iya, Pak” Jawab kami serempak.
“Bagus. sering - sering latihan” kata pelatih
itu sambil tersenyum. “Semuanya jadi 18 ribu”
Hening..
Gue dengan Toha berpandangan.
“Jadi, bayar?” Tanya Toha heran
“Iya, donk. Bola kan beli” Jawab pelatih itu sinis.
“Ow.. yah, udah. Nggak apa – apa, kok” Gue menimpali keren,
pura – pura relah. Pura – pura banyak duit. Padahal dalam hati, YAKIN LO? KITA
HARUS BAYAR???
TOLONG KAMI, KAK SETO
! KAMI DIPERAS! KAMI DIPERAS !!
Dramatis, abiss..
Bukannya pelit sih sebenarnya. Cuma karena kita lagi jauh
dari orangtua aja, jadi, uang seperti itu terlihat berharga. Apalagi kalau
teman gue adalah anak kos, sedangkan gue sendiri tinggal bersama saudara. Jauh
dari orangtua membuat uang seribu rupiah pun terasa berarti bagi kita. Apalagi
di akhir bulan.
Dulu, apapun yang ingin dibeli, selagi di dompet masih ada
uang pasti langsung dibeli. Tapi sekarang, semenjak jauh dari orangtua,
walaupun di dompet masih ada uang apapun yang ingin dibeli.. pasti mikir –
mikir dulu.
Beli apa ngak. Kalau dibeli nanti uang bulanan nggak cukup.
Kalau nggak dibeli nanti sudah dibeli orang lain. Macam – macam dilema yang
akan selalu dihadapi. Entah kita yang menciptakan atau kah keadaan yang memaksa
kita untuk menciptakan.
Di luar gedung kita duduk – duduk sambil minum. Beberapa
anak cewek ada yang keluar duluan. Hari pun sudah sore. Pak pelatih yang mintain
kita duit juga keluar dengan senyum yang mengembang. Sewaktu dia mendekati kita
berdua dia sempat bilang..
“Kalian mainnya bagus… besok ikut latihan lagi yah?”
“Ow.. iya.. main lagi.. besokkk”gue tersenyum kecil, demi menutupi kebohongan besar.
Tidak ada yang bisa disalahkan sih sebenarnya dari kejadian
itu. seandainya pun ada Kak Seto, yang mau gue tanya Cuma satu. Kenapa presiden
nggak pernah balas mention gue? udah itu aja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mau komentar?
Boleh.. boleh.. boleh !