Dalam hidup ini, pasti ada hal pertama yang akan selalu kamu ingat. Pertama kali PDKT, pertama kali di tolak, pertama kali jadian, pertama kali diputusin, sampai ke pertama kali selingkuh. Diantara semua itu, biasanya, cinta pertama lah yang akan selalu kita ingat.
Bagi sebagian orang,
cinta pertama mungkin adalah cinta monyet. Karena cinta di masa ini, biasanya
dialami sewaktu kita masih kanak-kanak. Kecil. Polos. Kucel. Dan nggak terlalu
lihai menutup-nutupi perasaan yang ada di hati. Tapi, jika cinta kanak-kanak
itu masih terus tumbuh sampai orang itu menjadi dewasa, apakah cinta semacam
ini masih layak untuk kita sebut dengan cinta monyet? Mungkin tidak. Lebih
tepatnya cinta Kingkong. Lebih besar, lebih kuat, dan susah buat dimatiin.
Diantara semua film Raditya
Dika, dan yang paling gue suka adalah Marmut Merah Jambu. Serius, man, ini film
benar-benar bikin gue ngakak sampe se-ngakak-ngakaknya
orang yang lagi ngakak. Sampai filmnya habis pun kita masih ngebahas line-line
yang ada di film itu. Yang menurut kita..lucu abis. Menurut gue, di film ini
kita tidak hanya disuguhi kelucuan dari si udik Bertus, melainkan juga pemahaman.
Salah satu line yang paling memukau gue adalah ini, yang diucapkan oleh guru olahraga
Dika: Yang bukan siapa-siapa, mana bisa dapat apa-apa.
Yah, gue setuju banget.
Percuma lo tau banyak tentang dia, kalau pada akhirnya dia sendiri nggak pernah
tau siapa lo. Percuma lo ngasih perhatian lebih, kalau pada akhirnya dia ngasih
perhatiannya ke orang lain. Percuma lo ngelakuin banyak hal supaya dia tertarik
sama lo, kalau pada akhirnya lo nggak berani bilang, kalau lo suka sama dia.
Sedekat dan semengerti apapun lo sama dia, tetap akan Percuma. Karena dia nggak
bakalan ngerti. Dia nggak bakal benar-benar tau. Karena lo nggak benar-benar
bilang. Sampai pada akhirnya lo menyesal ketika dia udah dengan yang lain. Lo
sedih, Tapi lo nggak bisa berbuat apa-apa. Lo hanya bisa diam. Lo nggak bisa
berbuat apa-apa, karena lo sadar, lo bukan siapa-siapa. Oke,stop ! ini curhat !
Di film ini sendiri Raditya
Dika mencoba untuk mengangkat tentang cinta pertamanya sewaktu masih SMA.
Tentang cewek yang bernama Ine. Cewek yang bener-bener dia sukai, tapi nggak
pernah bisa dia dapatkan, seperti apa yang dia tulis di buku itu. Sekali lagi,
MMJ sukses membuat gue bernostalgia kembali ke masa-masa sekolah dulu. Dibagian
ini, melalui kaca mata Dika, sepulang menonton MMJ, gue mencoba untuk mengingat
sebanyak mungkin kenangan masa-masa sekolah dulu. Masa dimana untuk pertama
kalinya gue suka sama seorang cewek. Masa dimana cuma dengan satu kali
perhatian dari dia aja, gue bisa sesulit itu untuk tidur… Terutama kalo lagi
banyak nyamuk.
Seperti apa yang diucapkan
Ine pada Dika ketika di ending cerita, dan akhirnya mereka berdua memutuskan
untuk ‘berhenti’ karena mereka menyadari, bahwa cara mereka melarikan diri dari
satu hati ke hati lainnya itu percuma, karena sebenarnya, cinta sejati itu nggak
kemana-mana. Seperti marmut yang belari-lari di sebuah roda. Seolah-olah
berjalan jauh, tapi nggak kemana-mana. Dan akan kembali ke tempat dimana ia
memulai. Sedangkan pada cerita gue, kita tidak memutuskan untuk berhenti. Kita
lebih memutuskan untuk membuka kandang si marmut. Agar dia terlepas. Dan bebas
menentukan kehidupannya sendiri.
Hari itu, setelah
nonton film itu,gue langsung kepikiran satu hal: Pacar Pertama gue !
Seperti apa yang
dikatakan Raditya Dika di sela-sela wawancaranya di tv, “Setelah film berakhir dan ketika lampu
bioskop dinyalain, gue berharap akan ada orang yang menelpon cinta pertamanya
dan bilang : Hai, apa kabar?”
Bagi
sebagian orang yang tidak tahu cinta pertamanya entah ada dimana, sepulang
menonton, mungkin akan langsung buka internet. Mencari cinta pertamanya di
facebook, twitter, atau mungkin tanya ke google. Bahkan, sangking lamanya, bukan
nggak mungkin sehabis nonton, ada orang yang akan bertanya pada dirinya
sendiri, “Siapa yah.. cinta pertama gue?”
Dibandingkan
mereka , mungkin gue jauh lebih beruntung. Gue nggak perlu capek-capek nyari
siapa dan dimana cinta pertama gue.
Karena apa?
Karena
dari awal, sebelum dan sesudah lampu bioskop dinyalain, cinta pertama gue ada
disitu. Di samping gue.
Sampai
di sini…gue belum bisa cerita lebih banyak. Karena sejauh ini, kita sudah
melewati fase hidup yang berbeda. Mungkin, marmut yang sudah gue lepaskan saat
ini sudah menemukan kandang yang pas buat dia.Gue beruntung, karena kita lebih
memutuskan untuk ‘melepaskan’ daripada ‘berhenti’. Karena pada akhirnya, kita
juga akan berlari-lari lagi. Tentunya di kandang yang berbeda.