18 Mei 2014

Sepulang Menonton Marmut Merah Jambu






Dalam hidup ini, pasti ada hal pertama yang akan selalu kamu ingat. Pertama kali PDKT, pertama kali di tolak, pertama kali jadian, pertama kali diputusin,  sampai ke pertama kali selingkuh.  Diantara semua itu, biasanya, cinta pertama lah yang akan selalu kita ingat.

Bagi sebagian orang, cinta pertama mungkin adalah cinta monyet. Karena cinta di masa ini, biasanya dialami sewaktu kita masih kanak-kanak. Kecil. Polos. Kucel. Dan nggak terlalu lihai menutup-nutupi perasaan yang ada di hati. Tapi, jika cinta kanak-kanak itu masih terus tumbuh sampai orang itu menjadi dewasa, apakah cinta semacam ini masih layak untuk kita sebut dengan cinta monyet? Mungkin tidak. Lebih tepatnya cinta Kingkong. Lebih besar, lebih kuat, dan susah buat dimatiin.

Diantara semua film Raditya Dika, dan yang paling gue suka adalah Marmut Merah Jambu. Serius, man, ini film benar-benar  bikin gue ngakak sampe se-ngakak-ngakaknya orang yang lagi ngakak. Sampai filmnya habis pun kita masih ngebahas line-line yang ada di film itu. Yang menurut kita..lucu abis. Menurut gue, di film ini kita tidak hanya disuguhi kelucuan dari si udik Bertus, melainkan juga pemahaman. Salah satu line yang paling memukau gue adalah ini, yang diucapkan oleh guru olahraga Dika: Yang bukan siapa-siapa, mana bisa dapat apa-apa. 

Yah, gue setuju banget. Percuma lo tau banyak tentang dia, kalau pada akhirnya dia sendiri nggak pernah tau siapa lo. Percuma lo ngasih perhatian lebih, kalau pada akhirnya dia ngasih perhatiannya ke orang lain. Percuma lo ngelakuin banyak hal supaya dia tertarik sama lo, kalau pada akhirnya lo nggak berani bilang, kalau lo suka sama dia. Sedekat dan semengerti apapun lo sama dia, tetap akan Percuma. Karena dia nggak bakalan ngerti. Dia nggak bakal benar-benar tau. Karena lo nggak benar-benar bilang. Sampai pada akhirnya lo menyesal ketika dia udah dengan yang lain. Lo sedih, Tapi lo nggak bisa berbuat apa-apa. Lo hanya bisa diam. Lo nggak bisa berbuat apa-apa, karena lo sadar, lo bukan siapa-siapa. Oke,stop ! ini curhat !

Di film ini sendiri Raditya Dika mencoba untuk mengangkat tentang cinta pertamanya sewaktu masih SMA. Tentang cewek yang bernama Ine. Cewek yang bener-bener dia sukai, tapi nggak pernah bisa dia dapatkan, seperti apa yang dia tulis di buku itu. Sekali lagi, MMJ sukses membuat gue bernostalgia kembali ke masa-masa sekolah dulu. Dibagian ini, melalui kaca mata Dika, sepulang menonton MMJ, gue mencoba untuk mengingat sebanyak mungkin kenangan masa-masa sekolah dulu. Masa dimana untuk pertama kalinya gue suka sama seorang cewek. Masa dimana cuma dengan satu kali perhatian dari dia aja, gue bisa sesulit itu untuk tidur… Terutama kalo lagi banyak nyamuk. 




Seperti apa yang diucapkan Ine pada Dika ketika di ending cerita, dan akhirnya mereka berdua memutuskan untuk ‘berhenti’ karena mereka menyadari, bahwa cara mereka melarikan diri dari satu hati ke hati lainnya itu percuma, karena sebenarnya, cinta sejati itu nggak kemana-mana. Seperti marmut yang belari-lari di sebuah roda. Seolah-olah berjalan jauh, tapi nggak kemana-mana. Dan akan kembali ke tempat dimana ia memulai. Sedangkan pada cerita gue, kita tidak memutuskan untuk berhenti. Kita lebih memutuskan untuk membuka kandang si marmut. Agar dia terlepas. Dan bebas menentukan kehidupannya sendiri. 
Hari itu, setelah nonton film itu,gue langsung kepikiran satu hal: Pacar Pertama gue !
Seperti apa yang dikatakan Raditya Dika di sela-sela wawancaranya di tv,  “Setelah film berakhir dan ketika lampu bioskop dinyalain, gue berharap akan ada orang yang menelpon cinta pertamanya dan bilang : Hai, apa kabar?”

Bagi sebagian orang yang tidak tahu cinta pertamanya entah ada dimana, sepulang menonton, mungkin akan langsung buka internet. Mencari cinta pertamanya di facebook, twitter, atau mungkin tanya ke google. Bahkan, sangking lamanya, bukan nggak mungkin sehabis nonton, ada orang yang akan bertanya pada dirinya sendiri, “Siapa yah.. cinta pertama gue?”
Dibandingkan mereka , mungkin gue jauh lebih beruntung. Gue nggak perlu capek-capek nyari siapa dan dimana cinta pertama gue.

 Karena apa? 

Karena dari awal, sebelum dan sesudah lampu bioskop dinyalain, cinta pertama gue ada disitu. Di samping gue.

Sampai di sini…gue belum bisa cerita lebih banyak. Karena sejauh ini, kita sudah melewati fase hidup yang berbeda. Mungkin, marmut yang sudah gue lepaskan saat ini sudah menemukan kandang yang pas buat dia.Gue beruntung, karena kita lebih memutuskan untuk ‘melepaskan’ daripada ‘berhenti’. Karena pada akhirnya, kita juga akan berlari-lari lagi. Tentunya di kandang yang berbeda.

3 komentar:

  1. berarti kamu nontonnya sama cinta pertama dong ya? seneng banget kalo memang iya. :)
    film ini kayaknya banyak banget yang menanti-nantikan ya dari ketika belum diluncurkan dulu. sayang gue gak bisa nikmatin nonton film ini dibioskop. cuma bisa menunggu kapan jadwal tayangnya di televisi.
    bener juga. cinta itu sebenarnya gak kemana-mana. hanya mungkin belum saatnya aja kali ya. Raditya Dika emang jenius, dari seekor marmut saja dia mampu membuat sebuah buku serta film sekaligus. dan buku-buku sama film-filmnya selalu menghibur. nuansa komedi yang bener-bener seger selalu tertuang didalam karyanya.

    BalasHapus
  2. jadi pengen nonton nih film, radit emang jenius
    dia bisa ngasih pesan moral, meski kita tertawa ketika nonton filmnya. :D

    BalasHapus
  3. Nice review. Nggak terlalu banyak juga spoiler yg lo kasih. Gue jadi ngebet pengen nonton. Sayangnya jogja masih rame banget. Jadi belom sempet nonton juga kemaren. :))

    BalasHapus

Mau komentar?
Boleh.. boleh.. boleh !