12 Apr 2013

Nothing



Entah sudah berapa banyak lagu patah hati yang sudah aku dengarkan. Dari tahun ke tahun lagu – lagu sendu selalu menemani hari – hariku. Lagu – lagu itu seperti mampu mewakili perasaanku. Entah sama atau tidak yang dirasakan pencipta lagu itu denganku. yang pasti aku merasa tertampar oleh setiap bait  liriknya.

Aku tidak ingin menjadi buta dan tuli. Aku ingin sekali melihat dan mendengarkan siapa dan apa yang ada di hadapanku. Karena untuk mendapatkan inspirasi sebuah tulisan aku butuh melihat dan mendengar. Karena setiap kali aku menulis aku pasti mendengar lagu.

Lagu – lagu sendu itu juga yang selalu memberiku inspirasi setiap kali aku menulis. Mendengar lagu saat menulis sama halnya dengan hujan dan susu coklat. Dua kenikmatan yang tidak bisa diungkapkan hanya dengan kata – kata.

Semalam aku tidur cepat, tidak bergadang seperti malam – malam lainya. Tidak juga mendengarkan lagu pengantar tidur yang biasa aku dengarkan. Aku hanya menulis beberapa plot untuk bagian novel ke - dua ku.  Aku tidak ingin bangun kesiangan besok. Sebab, hari senin adalah hari yang paling menyebalkan bagiku. Tidak seperti hari sabtu dan minggu.  Ingin sekali rasanya memiliki mesin waktu sendiri. Bisa mempercepat hari – hari yang membosankan atau memperlambat setiap detik hal –hal yang menyenangkan. 

Senin pagi adalah neraka bagi orang sepertiku. Aku harus bangun pagi – pagi sebelum dikeluarkan lagi dari kelas seperti hari – hari sebelumnya. Apalagi dosen yang mengajar sangat membosankan dan killer

Kali ini, pagi terasa tiba begitu cepat. Tidak seperti biasanya. Untuk pertama kalinya juga aku dibangunkan oleh suara Hp – ku yang berbunyi. Bukan, itu bukan suara alarm. Itu suara sms. 

“Apa kabar, Nothing?”

Begitulah pesan yang tertera di handphone – ku. Nama pengirimnya pun aku tidak tahu. Sudah lima tahun aku tidak lagi dipanggil Nothing. Tapi tiba – tiba saja ada orang yang membangunkan aku dengan panggilan seperti itu. panggilan yang biasa diucapkan oleh orang – orang di masa lalu.Sahabat - sahabat dekatku.

“Siapa?” 

Aku mengirimkan sms balasan untuk nomor yang tidak ada di memory handphone – ku itu. Lima menit berlalu. Belum juga ada balasan. Hingga akhirnya aku putuskan untuk meninggalkannya dan mandi. Butuh waktu yang tidak lama untuk menyegarkan kembali tubuhku. Setelah aku kembali ternyata sudah ada satu pesan masuk. dari nomor yang tidak aku kenal tadi. Pesannya singkat dan membuat aku tersenyum geli melihat dia menambahkan emoticon mata berkedip.

“Pengagummu dulu”

Aku membangunkan kembali otakku yang masih tertidur. Setengah tidak sadar dan bertanya – tanya, Pengagumku dulu? Siapa? Sejak kapan aku memiliki pengagum? Kenapa dia baru muncul sekarang?

“Terima kasih sudah memasukkan namaku diucapan terima kasih di novelmu”

Belum juga dibalas smsnya sudah masuk lagi. Aku kembali berpikir. Setahuku, hanya sahabat – sahabat semasa aku SMA yang suka memanggilku Nothing. Dan nama – nama sahabat semasa SMA cuma ada sepuluh orang yang aku sebutkan diucapan terima kasih di novel pertamaku. Itu juga empat wanita dan enam laki - laki.
Aku berpikir keras. Apa mungkin itu, Nisa? Karena nama Nisa yang kutulis pertama kali di antara sahabat – sahabat lamaku. Tapi bagaimana dengan Ana? Bukankah selama ini Ana yang selalu bersikap baik dan perhatian kepadaku. Atau Clara? Seseorang yang pertama kali membaca novelku sebelum terbit. Tapi diantara mereka aku memiliki pirasat tentang Selly. Sebab kemarin aku baru saja bertemu dengannya. Ketika kami berjabatan tangan, tangannya sangat erat memegang tanganku. Pandangan matanya juga tak lepas melirikku. Tatapan matanya seperti ada sesuatu yang tak tersampaikan. Ia juga sempat bertanya siapa pacarku sekarang. Tapi aku jawab dengan malu – malu, “Belum bertemu dengan yang pas” kataku singkat.

Begitu banyak pertanyaan yang muncul di pagi buta itu. belum juga aku masuk kelas tapi sudah ada begitu banyak pertanyaan yang muncul dari dalam handphone – ku. Aku mencoba untuk mengabaikannya. Mungkin, ada teman yang sedang membuang sms gratisnya, pikirku.

 
“Selamat pagi, Nothing”
“Semoga hari – harimu menyenangkan”
“Aku rindu sekali denganmu, Nothing”
"Seandainya, dulu kau bisa mengerti"
Begitulah. Beberapa hari ini inbox handphone – ku selalu di isi oleh pesan singkat dari orang tersebut. Anehnya, ia hanya mengirim sms setiap pagi. Tidak pernah malam atau siang. Setiap pagi handphone – ku pasti berisi pesan darinya. Sekedar membangunkan dan memberikan ucapan lembut sebagai penyemangat menjalani hari – hari. Walaupun selalu aku abaikan tapi ia tidak pernah lupa untuk mengirimkan sms setiap pagi. Sempat aku memintanya untuk jujur tentang jati dirinya.

“Sahabat lama yang menyukaimu. Nanti kau juga tahu”

Begitulah, katanya. Aku selalu menebak – nebak. Tapi tidak pernah menemukan jawaban yang pasti. Aku benar – benar dibuatnya penasaran sekaligus terganggu. Ingin sekali aku menelponnya duluan, tapi aku tak ingin dianggap terlalu gampang terpancing. Bukankah, bemain – main dengan orang dikehidupan masa lalu itu menyenangkan?

Aku ingin tahu seberapa sabar dirinya dengan ketidak pedulianku. Berhari – hari sms dari dirinya tidak kubalas. Ia juga sering mengirim gambar – gambar emoticon sedih. Aku hanya tersenyum geli melihat tingkahnya. 

Minggu demi minggu berlalu.Tidak ingin berlarut – larut dengan perasaan satu sama lain. Akhinya aku putuskan untuk mengajaknya bertemu. Aku ingin membuka hati untuk pengagumku di masa lalu. Siapa pun wanita itu, aku hanya berharap ia tidak lagi menyembunyikan perasaannya nanti.

“Hari ini kita bisa bertemu? Kita harus menyelesaikan semuanya”

Begitulah sms yang kuketik untuknya. Aku ingin melihat reaksinya setelah membaca tawaranku untuk bertemu. Dengan begitu aku jadi tahu seberapa serius dirinya. lima menit menunggu tapi handphone- ku tidak juga berbunyi. Sekali berbunyi itu juga dari operator yang menawarkan untuk jadi agen pulsa. Aku sangat kecewa. Ternyata dia tidak seserius seperti dalam sms – nya. Wanita memang seperti itu, selalu meminta laki – laki untuk duluan yang memulai. Selalu ingin dimengerti dengan kode – kode yang tidak bisa dimengerti. Setelah dimengerti, mereka enggan memberi kepastian.
Setelah lima belas menit menunggu akhirnya ada balasan darinya.

“Oke, Nothing” Katanya singkat dan ia selalu memberi emotion nakal diakhir kalimat yang membuat aku geli sendiri membacanya.

Aku memberikan alamat tempat yang menjadi pertemuan kami nanti. Sebuah kafe yang sederhana tapi elegan. Ingin sekali mengetahui siapa yang menjadi secret admirer ku selama ini. Cukup menyenangkan rasanya ketika ia menerima ajakanku, tidak seperti seorang secret admirer biasanya yang hanya senang melihat dari jauh. Kemudian sedih setelah menggetahui orang yang ia sukai sudah dengan orang lain.

Suasa kafe yang telah kami janjikan sangat ramai. Aku mengamati satu persatu pengunjung yang sedang asik mengobrol. Tapi wajah Nisa, Ana, Clara, apalagi sosok Selly yang pada awalnya aku yakini adalah dia ternyata tak tampak. Yang kudapati hanyalah sebuah meja kosong. Aku berjalan menuju meja itu. Mungkin dengan duduk aku bisa mengawasi pengunjung yang baru datang dengan jelas. Dari meja – kemeja aku melayangkan pandangan dengan seksama. Hingga mataku menangkap sosok yang aku kenal. Ia duduk membelakangiku. Sedang asik ngobrol dengan seorang wanita. 

“Bambang?” kataku sambil memegang pundaknya. Wanita cantik yang duduk dengannya melirikku sambil tersenyum manis.

“Bobby !” ia tampak terkejut dan tak percaya dengan pertemuan kami di kafe itu. “ Sama siapa?” katanya sambil melirik – lirik sekitar ruangan.

“Tidak, lagi menunggu seseorang”

“Pacar?” katanya sambil mengedipkan mata, mengodaku.

“Hanya teman” jawabku malu – malu.

Obrolan kami tidak begitu lama karena Bambang harus mengantar pacarnya pulang. Tampaknya ia sudah cukup lama di sini. Terlihat dari puntung rokok yang bertumpuk di dalam asbak. Dua menit berlalu Bambang dan pacarnya sudah tak terlihat lagi.
Aku masih mengamati kedatangan sosok wanita yang aku tunggu. Sedangkan pengunjung tampak keluar masuk silih berganti. Aku kembali membuka handphone – ku. Mengetik sms, kemudian mengirimkannya. Lima belas menit berlalu. Tidak ada juga balasan. Coklat panas yang kuminum sudah hampir habis. Aku coba untuk menelponnya tapi tidak juga diangkat. Sepuluh menit lagi, jika dia tak juga menunjukkan batang hidungnya aku akan pulang dan melupakan semuannya. 

“Bobby !” Suara Bambang terdengar jelas di belakangku. Ia berjalan tergesah – gesah. Menuju tempat aku duduk.
“Ada yang tinggal, Bam?” kataku kaget sambil meminum coklat panas yang hampir habis.

“Ngak, cuma mau mastiin, kamu masih nunggu di sini.. Nothing” Bambang langsung duduk di sampingku dengan manja.

Gelas coklat panas yang ingin kuminum terlepas dan pecah di lantai.  Mendengar itu, aku ingin buta dan tuli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mau komentar?
Boleh.. boleh.. boleh !